Kamis, 19 Januari 2012

DERITA PAHLAWAN DEVISA

Ini Hanya Celotehan Kami Yang Malang
Satu kesalahan besar yang dianggap sepele oleh pemerintah dan kantor PJTKI (Penanggung Jawab Tenaga Kerja Indonesia)adalah membiarkan para calon TKI(Tenaga Kerja Indonesia) buta akan hak-hak yang semestinya ia peroleh ketika berangkat untuk bekerja di luar negeri. Dan seolah-olah itu disengja oleh pihak terkait.
Bahkan hal inipun pernah di bahas di Radio Selamat Pagi, satu-satunya radio berbahasa Indonesia di Hong Kong. Dan melibatkan seorang pengacara Hong Kong dan beliau mempertanyakan mengapa kami-kami ini tidak tahu tentang hak-hak dan ketentuan-ketentuan bekerja di Hong Kong ini.
Sudah seharusnya kita tahu akan semua prosedur yang berlaku ketika kita akan bekerja di luar negeri, itu kelemahan yang sangat fatal bagi kita. Dan terkadang rasa takut karena pengetahuan yang kurang sering membuat kita bersikap nrimo dan legowo atas ketidak adilan yang tak sepantasnya.
Saya pernah shok ketika majikan menanyakan berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk membuat sebuah paspor, ketika saya hendak datang ke Hong Kong ini, saya tidak bisa menjawab karena memang saya tidak tahu. Dan majikan saya mempertanyakan potongan yang tujuh bulan tersebut untuk biaya apa saja, dan sayapun tak dapat memjawabnya.
Meskipun kami di sini berulang kali melakukan demo, itu tidak akan membuahkan hasil karena niat untuk mengatakan yang sejujurnya tidak pernah ada  dari pihak pengirim BMI (Buruh Migran Indonesia) itu sendiri. Seharusnya pemerintah menindak lanjuti hal ini dari dasar, dari sebelum TKI(mayoritas TKW yang benyak mengalami masalah meski tak bisa dipungkiri terkadang TKLpun mendapat masalah yang sama) tersebut di berangkatan.
Saya ingat seminggu sebelum saya berangkat ke Hong Kong ini, saya mengikuti PAP (Pembinanan Awal Pemberangkatan) yang pengarahnya orang dari pemerintahan. Saya mendapatkan ilmu untuk banyak belajar dan menargetkan jangka waktu saya bekerja di Hong Kong agar kalau saya pulang sudah bisa hidup mandiri dan berwirausaha, yang saya sayangkan mengapa hak-hak dan ketentuan kita bekereja di luar negri tak di singgung sama sekali. Itu yang saya alami sendiri waktu itu, entah sekarang sudah berubah atau belum?
Sudah saatnya kami menggugat semua ini, kami harus tahu sebenarnya berapa jumlah uang yang mesti dikeluarkan kalau kami hendak bekerja di luar negeri agar kami tidak dibodohi.
Itu merupakan kutipan tulisan dari seorang mantan TKI yang bernama Juli Duru, dari artikel di atas dapa kita simpulkan bahwa pemerintah Indonesia kurang memberikan pembekalan yang mantap kepada TKI, sehingga menyulitkan perjuangan para Pahlawan Devisa tersebut namun  dalam keadaan terhimpit itulah, tersirat pengakuan bahwa bangsa lain lebih peduli kepada dirinya. Barangkali pengakuan itu juga sebuah awal untuk merasa berhutang budi kepada bangsa lain. Suaranya mewakili jutaan TKI lain yang mengalami nasib serupa. Kualitas bangsa yang hegemonic di dalam negerinya sendiri saja tidak ada, bagaimana bisa menjadi bangsa yang dipandang oleh bangsa lain.
Selain itu masih banyak lagi potret kehidupan TKI yang menderita akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap nasib pahlawan devisa tersebut, berikut ini adalah contoh penderitaan TKI lainnya,
Kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia kembali terjadi. Kali ini Sumiati binti Salan Mustapa (23) menjadi korban kekejaman keluarga Khaled Salem M al-Khamimisering di Madinah, Arab Saudi.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah di Jakarta, Senin (15/11). Anis mengatakan, Sumiati yang berasal dari Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat, berangkat ke Madinah tanggal 18 Juli 2010 melalui PT Rajana Falam Putri, Jakarta.
Keluarga majikan kerap menyiksa korban, yang tidak memahami bahasa Arab dan Inggris, hingga Sumiati terluka parah.
Kasus itu terungkap ketika Sumiati dibawa ke rumah sakit swasta yang kemudian merujuknya ke Rumah Sakit Raja Fahd karena luka yang sangat parah di sekujur tubuh sampai wajah, di antaranya bekas guntingan di mulut korban. Anis meminta pemerintah bergerak cepat menangani kasus Sumiati.
Dari kutipan berita di atas tentu kita dapat menyimpulkan bahwa pemerintah kurang memberikan sosialisasi kepada TKI sebelum mulai berkerja. Contohnya sumiati yang di beritakan tidak bisa berbahasa arab dan inggris sudah mulai berkerja.

1 komentar: