Rabu, 17 Oktober 2012

PEREKONOMIAN KERAKYATAN



TUGAS MAKALAH
PEREKONOMIAN KERAKYATAN







NAMA        :      IKA DEWI
NPM            :      13211481
KELAS       :      2EA26

UNIVERSITAS GUNADARMA
2012

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perekonomian Kerakyatan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah softskill Ekonomi Koperasi.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini. 

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.


Bekasi, 26 September 2012 


Penyusun
BAB I
1.   Pendahuluan
Dewasa ini, banyak perdebatan tentang konsep ekonomi yang diterapkan di Indonesia yaitu antara sistem ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi liberal. Dengan adanya konflik ini banyak sekali bermunculan pendapat-pendapat yang pro dan kontra mengenai sistem apa yang seharusnya diterapkan di Indonesia. 
Orientasi utama dari ekonomi kerakyatan adalah rakyat banyak, bukan sebagian atau sekelompok kecil orang. Pandangan tersebut lahir, menurut Baswir (2006), jauh sebelum Indonesia merdeka. Bung Hatta melalui artikelnya yang berjudul “Ekonomi Rakyat” yang diterbitkan dalam harian Daulat Rakyat (20 November 1933), mengekspresikan kegundahannya melihat kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah penindasan pemerintah Hindia Belanda. Dapat dikatakan bahwa “kegundahan” hati Bung Hatta atas kondisi ekonomi rakyat Indonesia—yang waktu itu masih berada di bawah penjajahan Belanda, merupakan cikal bakal dari lahirnya, katakanlah demikian, konsep ekonomi kerakyatan.


2.   RUMUSAN MASALAH
·        Pengertian Ekonomi kerakyatan ?
·        Apa tujuan dari ekonomi kerakyatan ?
·        Bagaiman sejarah perkembangan perekonomian Indonesia?
·        Potensi dan kendala ekonomi kerakyatan

BAB II
1.   Pengertian Ekonomi Kerakyatan.
Alfred Masrhall ( bapak ilmu ekonomi neo klasik ) mengatakan bahwa ekonomi rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ekonomi kerakyatan disebut sektor informal, “underground economy”, atau “ekstralegal sector”.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Mubyarto, Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM ekonomi kerakyatan adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dan lain-lain, yang modal usahanya merupakan modal keluarga yang kecil, dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan.
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”

 
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:




“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

 
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:








Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Namun sangat disayangkan karena penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.

2.   Tujuan Ekonomi Kerakyatan.
Adapun tujuan khusus yang akan di capai oleh ekonomi kerakyatan adalah :
a.     Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan.
b.     Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
c.      Mendorong pemerataan pendapatan rakyat.
d.     Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional.

3.   Sejarah Perkembangan Perekonomian di Indonesia.
Indonesia telah mengalami tiga system perkonomian yaitu system ekonomi orde lama, orde baru dan orde reformasi, untuk mengetahui system ekonomi apa yang cocok di Indonesia ada baiknya kita terlebih dahulu memahami system perekonomian yang sudah terjadi.
a.     Masa Orde Lama.
Pada masa orde lama di bagi menjadi tiga masa yaitu:
1)    Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah mata uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Selain banyaknya mata uang yang beredar, keadaan ekonomi keuangan yang amat buruk juga disebabkan adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI, kas negara yang kosong, dan eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
a.     Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi antara lain:
·        Gunting Syarifuddin
Yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950 untuk mengurangi jumlah uang beredar.
·        Progam Benteng (Kabinet Natsir)
Yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong impotir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi. Selain itu memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi, agar dapat berpartisipasi dengan perkembangan ekonomi nasional. Namun, usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tidak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi (Cina).
·         Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
Pada tanggal 15 Desember 1951 lewat UU 24 Tahun 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bak sirkulasi.
·         Sistem Ekonomi Ali-Baba (Kabinet Ali Sastroamijoyo I)
Di masa ini penggalangan kerjasama dilakukan oleh pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
2)    Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1867)
Sebagai akibat dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah di masa ini antara lain yaitu :
a.       Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai mata uang antara lain uang kertas pecahan Rp 500,00 menjadi Rp50,00 dan uang Rp 1000,00 menjadi Rp 100,00.
b.      Pembentukan Deklarasi Ekonomi untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi prekonomian di Indonesia.
c.       Pemerintah tidak menghemat pengeluarannya malah banyak melaksanakan proyek-proyek mercusuar.
Kebijakan-kebijakan di atas belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi di Indonesia dan ini merupakan salah satu akibat karena menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang lainnya.
b.    Masa Orde Baru.
Stabilisasi politik menjadi prioritas utama pada masa ini. Karena pengusaha pribumi tidak bisa bersaing dengan pengusaha non pribumi, serta sistem etatisme pun tidak memperbaiki keadaan, maka Dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila yang merupakan campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, pasar tidak bisa menentukan sendiri dalam keadaan atau masalah tertentu.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang,seperti:
·        kebutuhan pokok
·        pendidikan dan kesehatan
·        pembagian pendapatan
·        kesempatan kerja
·        kesempatan berusaha
·        partisipasi wanita dan generasi muda
·        penyebaran pembangunan
·        peradilan
Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan tingkat kesejahteraan rakyat dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah,dampak positif ini diperoleh pada tahun 1984.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat, serta penumpukan utang luar negeri. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
c.      Masa Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan
stabilitas politik.
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, juga tidak ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
4.   Potensi dan Kendala Ekonomi Kerakyatan.
Ekonomi kerakyatan di Indonesia di gambarkan oleh koperasi dan usaha – usaha kecil. Dikatakan demikian karena dua hal inilah yang sangat erat kaitannya dengan penerapan ekonomi kerakyatan,yang dimana kedua hal ini menjadi motor penggerak perekonomian yang betul-betul sangat dekat, degan masyarakat.
Koperasi adalah salah satu bentuk konkret dalalm penerapan ekonomi kerakyatan, koperasi sangat berpotensi untuk berkembang sebagai bangun perusahaan yang dapat digunakan senagai salah satu wadah utama untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah serta membantu dan mempermudah masyarakat dalalm memperoleh pinjaman.Hal ini menunjukan bahwa koperasi memilki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.Seperti kita ketahui bahwa pada saat ini pengembangan koperasi telah banyak membuahkan hasil.Tetapi, bila dibandingkan dengan pelaku ekonommi lainnuya,koperasi masih jauh tertinggal.Ketinggalan ini disebabkan oleh kendala-kendala yang berasal dari faktoe-faktor internal dan eksternal.Faktor internal yang menghambat pengembangan koperasi meliputi faktor peofesionalitas, pengelolaan kelembagaan,kualitas sumber daya manusia dan permodalan.Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor iklim politik ekonomi nasional yang kurang kondusif dan persaingan dengan badan usaha lainnya.
Selain koperasi,usaha kecil juga merupakan bentuk dari ekonomi kerakyatan.Usaha kecil memiliki beberapa potensi dientaranya penyerapan tanaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan usha besar,mempromosokan potensi sandang dan pengan nusantaara,sserta saat ini usaha kecil terus membantu pemerintah dalam memajukan perekonomian masyarakat dengan bertambahnya sektor industri kecil dan menengah di Indonesia.Di Indonesia jumlah usaha kecil sudah banyak bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari benyaknya permintaan kredit untuk usaha kecil baru.
Namun pada kenyataannya usaha kecil belum mampu mengangkat perekonomian Indonesia yang mengalami kerapuhan.Usaha kecil juga memiliki kendala yang sama dengan kendala yang dihadapi oleh koperasi.Kendala usaha kecil umumnya terletak pada kuallitas dan kuantitas sumber daya mausia,menghadapi persaingan yang ketat padn permodalan yang kecil sehingga tidak mampu untuk menyisahkan marjin keuntungan untuk membayar asuransi atau cadangan guna menghadapi situasi tak terduga.Praktis,semua resiko harus dihadapi sendiri.Selain itu usaha kecil kurang mendapat prioritas salam membangun ekonoomi, yang dilakukan pemerimntah. Justrru yang mendapat prioritas pembagunan adalah industri modern,seperti in dustri besar dan menengah,sektor jasa keuangan,seperti perbankan.Pedagang eceran dengan skala besar dan lainnya.Pemerintah beralasan dengan meningkatkan pertumbuhan usahu pada sektor modern ini akan menyebarkan manfaat   ekonomi berupa kebutuhan input atau pasokan output pada sektor lainnya terutama yang memiliki potensi pertumbuhan rendah.Kebutuhan faktor intput itu dapat berupa penyerapan tenaga kerja,bahan mentah yang daharapkan dapat dipasok dari sektor tredisional. Namun kenyataannya, setelah beberapa fasilitas perijinan dan fasilitas-fasilitas kredit diperoleh usaha-usaha besar,tidak ada manfaat ekonomi yang dirasakan.Tingkat pengangguran angkatan kerja di pedesaan dan di perkotaan yang semakin besar menunjukan bahwa sektor modern tidak mampu menciptakan nilai tambah melalui penciptaan tenaga kerja. Hal ini membuktikan bahwa industri-industri tersebut tidak berbasis ekononmi kerakyatan,namun lebih ke industrialis yang lebih mementingkan diri sendiri daripada rakyat.

5.   Ekonomi Kerakyatan di Indonesia.
Sistem ekonomi kerakyatan berlaku di Indonesia sejak terjadinya Reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Sistem ekonomi kerakyatan mempunyai ciri-ciri berikut ini.
·        Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
·        Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
·        Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
·        Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.



BAB III

1.   Kesimpulan.
Setelah meihat uraian di atas Ekonomi Kerakyatan sangatlah membantu apabila diterapkan di Indonesia. Sistem Ekonomi Kerakyatan mampu mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia dan juga dapat mengangkat perekonomian rakyat kecil di Indonesia.
Dengan menjalankan usaha kecil maka rakyat kecil Indonesia dapat bertumpu sendiri tanpa mengandalkan usaha besar untuk mencari lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu bantuan dari pemerintah sangatlah di perlukan untuk membangun sector ini agar dapat tetap bersaing dengan usaha – usaha besar yang ada, baik berupa sumber dana, teknologi dan pembekalan pendidikan.




Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar