Sabtu, 15 Juni 2013

BLSM ( Bantuan Langsung Sementara Masyarakat )

       Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di anggap pemerintah dapat mengurangi beban masyarakat miskin akibat adanya wacana kenaikan bahan bakar minyak. Kenaikan harga Bbm yang pastinya akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap segala sector perekonomian tentunya akan sangat memberatkan masyarakat miskin. Harga bahan – bahan pokok akan melonjak sebab kenaikan harga Bbm tersebut, bahkan beberapa harga bahan pokok sudah naik akibat adanya isu kenaikan Bbm, kenaikan bahan pokok juga dapat melambung lebih tinggi lagi menjelang hari raya Idhul Fitri. Apakah wacana kenaikan Bbm tepat untuk dilaksanakan ? Inilah beberapa pendapat para pelaku politik.

Pks ( Inilah.com )

Anggota Majelis Syuro PKS Idris Luthfi mengatakan, BLSM berbeda dengan BBM. Menurut dia, BLSM adalah kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.
"Sikap PKS tetap menolak BBM. Adapun soal BLSM harusnya formatnya bukan BLSM. Harusnya masyarakat mendapatkan apa yang disebut jaminan itu secara permanen kalau memang tujuannya membantu rakyat. Kan ada undang-undangnya. Jadi masyarakat betul-betul mendapatkan, misalnya, pengobatan gratis seperti KJS di Jakarta kan," jelasnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/6/2013).

Dia menjelaskan, penaikan harga BBM harusnya dipisahkan dengan BLSM. PKS menilai, dua hal ini berbeda. Karena BBM menyengsarakan rakyat sementara BLSM memang dibutuhkan dan kewajiban negara. Tetapi, pemerintah menyatukan program penaikan BBM dengan BLSM.

Gerindra ( Antaranews.com )

Fraksi Gerindra menilai pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai skema kompensasi kenaikan BBM bersubsidi bersifat politis.

"Sebenarnya, Fraksi Gerindra tidak sependapat dengan adanya pemberian BLSM ini karena sifatnya politis menjelang Pemilu 2014," kata juru bicara Fraksi Gerindra, Fary Djemy Francis, saat membacakan pandangan mini fraksi dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Menkeu, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur BI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Sabtu. 

Menurut Fraksi Gerindra, pemberian BLSM hanya akan menempatkan masyarakat miskin hanya sebagai objek penerima bantuan. 

"Akhirnya masyarakat tak mampu berpikir kritis dan mengembangkan prakarsa-prakarsa inovatif yang sebenarnya menjadi esensi dari pemberdayaan. Pemberian BLSM hanya akan jadi "balsem" bagi masyarakat yang justru akan menimbulkan ketergantungan. Program BLSM ini tidak tepat karena merusak mentalitas masyarakat," kata Fary. 

Golkar ( Antaranews.com )

"Golkar sepakat kalau BLSM diberikan. Kalau tidak diberikan akan bertambah miskin sekitar empat juta orang," kata Ketua DPP Partai Golkar, Ahmadi Noor Supit, di gedung MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Sabtu. 

"Kalau pemerintah menargetkan jumlah orang miskin pada tahun 2013 sebanyak 10,5 juta orang, akan bertambah menjadi 14,5 juta orang miskin," tambah Ahmadi, yang sekarang juga menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran DPR.

Ia berpendapat, dampak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi terhadap kelangsungan hidup warga kurang mampu harus ditahan dengan memberikan bantuan langsung berupa BLSM dan beras bersubsidi untuk masyarakat miskin (Raskin). 

"Itu bisa menyelamatkan dan mengantisipasi bertambahnya jumlah orang miskin. Partai Golkar harus bertanggung jawab, tidak boleh rakyat miskin bertambah," katanya.

PDIP ( Republika.co.id )

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan konsisten menolak pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Bentuk bantuan itu adalah kompensasi dari rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.  

Anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDIP Dolfi OFP mengatakan PDIP mengusulkan agar program BLSM diganti dengan program padat karya untuk rakyat di pedesaan.  "Anggarannya Rp 6,9 triliun atau setara BLSM tiga bulan," ujar Dolfi.  

Ia menyampaikan usualn dalam rapat kerja antara Banggar DPR dengan pemerintah dan Gubernur BI di ruang sidang Banggar DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Sabtu (15/6).  

Hanura ( Republika.co.id )

Ketua DPP Partai Hanura, Saleh Husin menilai, momentum kenaikan harga BBM bersubsidi dan kebijakan mitigasi yang menyertainya, rentan dipolitisasi.

Menurut anggota Komisi V DPR RI itu kompensasi yang ditawarkan pemerintah, bila disetujui juga akan dibagikan bertepatan dengan masa kampanye pemilu legislatif, akan akan dimanfaatkan partai politik untuk kepentingan kelompoknya.

Basuki Tjahaja Purnama ( Tribunnews.com )

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan dirinya tidak menyetujui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat yang merupakan kebijakan pemerintah pusat sebagai kompensasi dari rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

"Soal kebijakan BLSM itu kebijakan pusat, yang pasti saya tidak setuju," ujar Basuki di Universitas Tarumanegara, Jakarta Barat, Sabtu (15/6/2013).

Mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan, seharusnya Pemerintah Pusat lebih berkonsentrasi pada jaminan bagi warga miskin yang sifatnya permanen, seperti yang dilakukan Pemprov DKI terhadap warganya melalui program Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar.

Basuki juga mengatakan dirinya setuju apabila pemerintah pusat menaikkan harga BBM bersubsidi yang rencananya akan dinaikkan sebesar Rp2.500 per liternya. Menurutnya, warga miskin tidak membutuhkan BBM.

"Tapi kalau kenaikan BBM saya setuju, harus ada jaminan sembako tidak naik, pendidikan, kesehatan, dan peluang usaha," tutur pria yang akrab disapa Ahok ini.

Itulah beberapa pendapat dari para pelaku politik, hasil apapun yang akan di tentukan oleh pemerintah nantinya semoga tidak menambah beban masyarakat. Dan tentunya tidak menjadi ajang promosi bagi kelompok tertentu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar